Kamis, 25 Agustus 2011

MUQADIMAH

Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini masih merupakan masalah besar  bangsa Indonesia yang belum bisa terpecahkan. Menurut data bulan Agustus 2009, jumlah penganggur terbuka tercatat sebanyak 8,96 juta orang (7,87%) dari total angkatan kerja sekitar 113,83 juta orang. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan para penganggur berdasarkan data BPS Februari 2009 sebesar 27,09% berpendidikan SD ke bawah, 22,62% berpendidikan SLTP, 25,29% berpendidikan SMA, 15,37% berpendidikan SMK dan 9,63% berpendidikan Diploma sampai Sarjana. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran di Indonesia, diantaranya: Pertama, jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang tersedia (kesenjangan antara supply and demand). Kedua, kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja (mis-match), Ketiga, masih adanya anak putus sekolah dan lulus tidak melanjutkan yang tidak terserap dunia kerja/berusaha mandiri karena tidak memiliki keterampilan yang memadai (unskill labour), Keempat, masih sering terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Peran pendidikan nonformal dalam mengatasi masalah penganguran salah satunya adalah melalui layanan kursus dan pelatihan yang memberikan bekal kompetensi yang dibutuhkan dalam mencari kerja. Program-program tersebut telah banyak digagas dan dilakukan oleh berbagai lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah, akan tetapi operasionalisasinya masih bersifat parsial dan cenderung hanya memberikan keterampilan teknis atau vocational skills tanpa memadukannya dengan personal social skills. Selain itu, lembaga kursus dan pelatihan pada umumnya masih berorientasi pada supply, yaitu menyediakan peserta didik sebanyakbanyaknya tanpa memperhatikan demand atau permintaan pasar. Akibatnya, angkatan kerja tetap tidak terserap.